♥ Ingin Mencari Agen Judi Online Terbesar dan Terpercaya ♦ Silahkan Kunjungi Website Kami Di WWW.POKERHUNTER77.COM ♣ dan Menangkan Jackpot Sebesar Besarnya ♠

Minggu, 15 Oktober 2017

Cerita Sex Adik Tiriku Hobi Ngentot


Sesudah mamahku meninggal papahku mempunyai istri lagi, dia juga janda beranak 1 dan kebetulan anaknya perempuan, jadi aku memounyai adik perempuan, walaupun Cuma sekedar adik tiri. Persaudaraan kami sangat akrab sekali, bahkan saat bercanda kami juga tak segan menyenggol-nyenggol tentang Sex. Melda nama adik tiriku, dia memiliki perawakan yang terhitung sanagt bagus dimata lelaki, dia mempunyai tubuhyang sangat proposional dan badan yang seksi serta wajah yang cukup cantik. Melda ini tergolong cewek yang cukup berani, sering dia membawa pulang pacarnya saat mamah papah tidak dirumah. Dan juga sering kali aku melihat Melda ini sedang berciuman dengan mesranya dengan kekasihnya.

Pemandangan itu yang aku lihat setiap kali Melda dirumah dengan kekasihnya, hingga aku lama-lama merasa cemburu melihat perbuatan Melda itu. Aku mencoba memperingatinya sampai beberapa kali, tapi Melda tidak mengindahkan perintahku. Malah dengan genitnya dia menantang aku untuk bisa kissing dengannya. Walau dalam hati aku menginginkannya, tapi diluar mulut aku menolaknya, tapi tantangan Melda itu yang membuat aku kepikiran. Apa Melda Rayar-Rayar dengan omongannya itu, apakah itu hanya sekedar omong kosong, aku menjadi bingung.

Keesokan harinya kembali lagi setelah pulang sekolah Melda diantar oleh kekasihnya dan kekasihnya tidak langsung pulang tapi mampir dulu kerumah. Aku langsung mengambil inisiatif untuk merekam semua yang putrid lakukan agar suatu saat jika aku mengigninkan Melda aku mempunyai senjata Video itu. Dan setelah aku menunggu tak berapa lama, aku melihat kissing itu terjadi lagi, aku langsung mengambil HP dan langsung merekamnya. Melda dan kekasihnya bercinta lumayan lama sekitar 20 menit dan tak lama kemudian kekasihnya pulang. Sementara aku dengan sangat puas tertawa sangat lepas karena aku sudah memegang senjata andalanku yang berupa Video Melda saat bercinta. 

2 hari kemudian papah keluar kota karena tugas kantornya, dan papah menginginkan mamah untuk menemaninya. Papah dan mamahku berpesan kepadaku agar aku mejaga Melda dengan baik, dan aku langsung menyanggupi permintaan mamahku tersebut. Seperti kebiasaan sehari hari, Melda setelah pulang sekolah selau bercinta dengan kekasihnya walaupun sekedar kissing saja, tapi dengan kesempatan ini aku berniat mengajarkan kepada Melda sesuatu yang berbeda, pengalaman yang pasti gak bakal dilupakan oleh Melda dan yang pasti akan menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk Melda. Setelah kekasih Melda pulang, aku langsung nyamperin Melda yang masih berada di teras rumah. “kamu mau makan apa Mel, biar nanti aku yang belikan” tanyaku. “Aku gak makan, tadi sudah makan bareng pacarku. Kenapa kamu baik padaku begitu??” tanya Melda. “Emang dari dulu aku selalu jahat sama kamu ya, kok kamu bisa bilang begitu” ujarku. “ya enggak siih Cuma aneh aja, gak seperti biasanya” jawab Melda dengan begitu saja meninggalkanku.

Sekarang kamu bisa acuh denganku tapi nanti liat saja, aku pasti akan membuat kamu mengerang, ujarku setelah Melda pergi. Kemudian aku masuk dalam rumah dan menuju kamar Melda, dan dari luar pintu kamarnya aku mengatakan “nanti jika kamu butuh apa-apa ngomong sama aku, sebab papah mamah pergi keluar kota dan tidak pulang, jika mencari aku aku ada dikamar”. “Iyha” jawab Melda dengan singkat. Lalau aku masuk kekamar untuk menonton film porno, langsung aku nyalakan laptopku dan aku langsung meyetelnya. Dengan sengaja aku mengeraskan volume laptopku karena dirumah sudah sangat aman karena mamah dan papahku sedang pergi. Baru sejenak aku menonton film porno, tiba-tiba Melda masuk dalam kamarku tanpa mengetuknya dulu, tapi aku cuek saja, dan.

“Ray, kemaren kamu udah nyatet Biologi belom, aku pinjem dong!” katanya dengan suara manja. Tanpa memperdulikan komputerku yang sedang memutar film porno via internet, aku mengambilkan dia buku di rak bukuku yang jaraknya lumayan jauh dengan komputerku. “Mel..! nich bukunya, kemarenan aku udah nyatet,” kataku. Melda tidak memperhatikanku tapi malah memperhatikan film porno yang sedang di komputerku. “Mel.. kamu Raygong aja!” kataku pura-pura tidak tahu. “Eh.. iya, Ray kamu nyetel apa tuh! aku bilangin bonyok loh!” kata Melda. “Eeh… kamu barusan kan juga liat, aku tau kamu suka juga kan,” balas aku. “Mending kita nonton sama-sama, tenang aja aku tutup mulut kok,” ajakku berusaha mencari peluang. “Rayer nich, kamu kagak bilang?” katanya ragu. “Suwer dech!” kataku sambil mengambilkan dia kursi.

Melda mulai serius menonton tiap adegan, sedangkan aku serius untuk terus menatap tubuhnya. “Mel, sebelum ini kamu pernah nonton bokep kagak?” tanyaku. “Pernah, noh aku punya VCD-nya,” jawabnya. Wah gila juga nich cewek, diam-diam nakal juga. “Kalau ML?” tanyaku lagi. “Belom,” katanya, “Tapi… kalo sendiri sich sering.” Wah makin berani saja aku, yang ada dalam pikiranku sekarang cuma ML sama dia. Bagaimana caranya si “Rayi Junior” bisa puas, tidak peduli saudara tiri, yang penting nafsuku hilang.

Melihat dadanya yang naik-turun karena terangsang, aku jadi semakin terangsang, dan batang kemaluanku pun makin tambah tegang. “Mel, kamu terangsang yach, ampe napsu gitu nontonnya,” tanyaku memancing. “Iya nic Ray, Raytar yach aku ke kamar mandi dulu,” katanya. “Eh… ngapain ke kamar mandi, nih liat!” kataku menunjuk ke arah celanaku. “Kasihanilah si Rayi kecil,” kataku. “Pikiran kamu jangan yang tidak-tidak dech,” katanya sambil meninggalkan kamarku. “Tenang aja, rumah kan lagi sepi, aku tutup mulut dech,” kataku memancing.

Dan ternyata tidak ia gubris, bahkan terus berjalan ke kamar mandi sambil tangan kanannya meremas-remas buah dadanya dan tangan kirinya menggosok-gosok kemaluannya, dan hal inilah yang membuatku tidak menyerah. Kukejar terus dia, dan sesaat sebelum masuk kamar mandi, kutarik tangannya, kupegang kepalanya lalu kemudian langsung kucium bibirnya. Sesaat ia menolak tapi kemudian ia pasrah, bahkan menikmati setiap permainan lidahku. “Kau akan aku berikan pengalaman yang paling memuaskan,” kataku, kemudian kembali melanjutkan menciumnya. Tangannya membuka baju sekolah yang masih kami kenakan dan juga ia membuka BH-nya dan meletakkan tanganku di atas dadanya, kekenyalan dadanya sangat berbeda dengan gadis lain yang pernah kusentuh.

Perlahan ia membuka roknya, celanaku dan celana dalamnya. “Kita ke dalam kamar yuk!” ajaknya setelah kami berdua sama-sama bugil, “Terserah kaulah,” kataku, “Yang penting kau akan kupuaskan.” Tak kusangka ia berani menarik penisku sambil berciuman, dan perlahan-lahan kami berjalan menuju kamarnya. “Ray, kamu tiduran dech, kita pake ’69’ mau tidak?” katanya sambil mendorongku ke kasurnya. Ia mulai menindihku, didekatkan vaginanya ke mukaku sementara penisku diemutnya, aku mulai mencium-cium vaginanya yang sudah basah itu, dan aroma kewanitaannya membuatku semakin bersemangat untuk langsung memainkan klitorisnya.



Tak lama setelah kumasukkan lidahku, kutemukan klitorisnya lalu aku menghisap, menjilat dan kadang kumainkan dengan lidahku, sementara tanganku bermain di dadanya. Tak lama kemudian ia melepaskan emutannya. “Jangan hentikan Ray… Ach… percepat Ray, aku mau keluar nich! ach… ach… aachh… Ray… aku ke.. luar,” katanya berbarengan dengan menyemprotnya cairan kental dari vaginanya. Dan kemudian dia lemas dan tiduran di sebelahku.

“Mel, sekali lagi yah, aku belum keluar nich,” pintaku. “Raytar dulu yach, aku lagi capek nich,” jelasnya. Aku tidak peduli kata-katanya, kemudian aku mulai mendekati vaginanya. “Mel, aku masukkin sekarang yach,” kataku sambil memasukkan penisku perlahan-lahan. Kelihatannya Melda sedang tidak sadarkan diri, dia hanya terpejam coba untuk beristirahat. Vagina Melda masih sempit sekali, penisku dibuat cuma diam mematung di pintunya. Perlahan kubuka dengan tangan dan terus kucoba untuk memasukkannya, dan akhirnya berhasil penisku masuk setengahnya, kira-kira 6 cm.

“Jangan Ray… entar aku hamil!” katanya tanpa berontak. “Kamu udah mens belom?” tanyaku. “Udah, baru kemaren, emang kenapa?” katanya. Sambil aku masukkan penisku yang setengah, aku jawab pertanyaannya, “Kalau gitu kamu kagak bakal hamil.” “Ach… ach… ahh…! sakit Ray, a.. ach… ahh, pelan-pelan, aa… aach… aachh…!” katanya berteriak nikmat. “Tenang aja cuma seRaytar kok, Mel mending doggy style dech!” kataku tanpa melepaskan penis dan berusaha memutar tubuhnya. Ia menuruti kata-kataku, lalu mulai kukeluar-masukkan penisku dalam vaginanya dan kurasa ia pun mulai terangsang kembali, karena sekarang ia merespon gerakan keluar-masukku dengan menaik-turunkan pinggulnya.

“Ach… a… aa ach…” teriaknya. “Sakit lagi Ray… a.. aa… ach…” “Tahan aja, cuma seRaytar kok,” kataku sambil terus bergoyang dan meremas-remas buah dadanya. “Ray,. ach pengen… ach.. a… keluar lagi Ray…” katanya. “Tunggu seRaytar yach, aku juga pengen nich,” balasku. “Cepetan Ray, enggak tahan nich,” katanya semakin menegang. “A… ach… aachh…! yach kan keluar.” “Aku juga Say…” kataku semakin kencang menggenjot dan akhirnya setidaknya enam tembakan spermaku di dalam vaginanya.

Kucabut penisku dan aku melihat seprei, apakah ada darahnya atau tidak? tapi tenyata tidak. “Mel kamu enggak perawan yach,” tanyaku. “Iya Ray, dulu waktu lagi masturbasi nyodoknya kedaleman jadinya pecah dech,” jelasnya. “Ray ingat loh, jangan bilang siapa-siapa, ini rahasia kita aja.””Oh tenang aja aku bisa dipercaya kok, asal lain kali kamu mau lagi.” “Siapa sih yang bisa nolak ‘Rayi Junior’,” katanya mesra.

Setelah saat itu setidaknya seminggu sekali aku selalu melakukan ML dengan Melda, terkadang aku yang memang sedang ingin atau terkadang juga Melda yang sering ketagihan, yang asyik sampai saat ini kami selalu bermain di rumah tanpa ada seorang pun yang tahu, kadang tengah malam aku ke kamar Melda atau sebaliknya, kadang juga saat siang pulang sekolah kalau tidak ada orang di rumah.

Kali ini kelihatannya Melda lagi ingin, sejak di sekolah ia terus menggodaku, bahkan ia sempat membisikkan kemauannya untuk ML siang ini di rumah, tapi malangnya siang ini ayah dan ibu sedang ada di rumah sehingga kami tak jadi melakukan ini. Aku menjanjikan nanti malam akan main ke kamarnya, dan ia mengiyakan saja, katanya asal bisa ML denganku hari ini ia menurut saja kemauanku.

Ternyata sampai malan ayahku belum tidur juga, kelihatannya sedang asyik menonton pertandingan bola di TV, dan aku pun tidur-tiduran sambil menunggu ayahku tertidur, tapi malang malah aku yang tertidur duluan. Dalam mimpiku, aku sedang dikelitiki sesuatu dan berusaha aku tahan, tapi kemudian sesuatu menindihku hingga aku sesak napas dan kemudian terbangun.

“Melda! apa Ayah sudah tidur?” tanyaku melihat ternyata Melda yang menindihiku dengan keadaan telanjang. “kamu mulai nakal Ray, dari tadi aku tunggu kamu, kamu tidak datang-datang juga. kamu tau, sekarang sudah jam dua, dan ayah telah tidur sejak jam satu tadi,” katanya mesra sambil memegang penisku karena ternyata celana pendekku dan celana dalamku telah dibukanya. “Yang nakal tuh kamu, Bukannya permisi atau bangunin aku kek,” kataku. “kamu tidak sadar yach, kamu kan udah bangun, tuh liat udah siap kok,” katanya sambil memperlihatkan penisku. “Aku emut yach.” Emutanya kali ini terasa berbeda, terasa begitu menghisap dan kelaparan. “Mel jangan cepet-cepet dong, kasian ‘Rayi Junior’ dong!” “Aku udah kepengen berat Ray!” katanya lagi. “Mending seperti biasa, kita pake posisi ’69’ dan kita sama-sama enak,” kataku sembil berputar tanpa melepaskan emutannya kemudian sambil terus diemut.



Aku mulai menjilat-jilat vaginanya yang telah basah sambil tanganku memencet-mencet payudaranya yang semakin keras, terus kuhisap vaginanya dan mulai kumasukkan lidahku untuk mencari-cari klitorisnya. “Aach… achh…” desahnya ketika kutemukan klitorisnya. “Ray! kamu pinter banget nemuin itilku, a.. achh.. ahh..” “kamu juga makin pinter ngulum ‘Rayi’ kecil,” kataku lagi. “Ray, kali ini kita tidak usah banyak-banyak yach, aa.. achh..” katanya sambil mendesah. “Cukup sekali aja nembaknya, taapi… sa.. ma.. ss.. sa… ma… maa ac… ach…” katanya sambil menikmati jilatanku. “Tapi Ray aku.. ma.. u.. keluar nich! Ach.. a… aahh…” katanya sambil menegang kemudian mengeluarkan cairan dari vaginanya.

 “Kayaknya kamu harus dua kali dech!” kataku sambil merubah posisi. “Ya udah dech, tapi sekarang kamu masukin yach,” katanya lagi. “Bersiaplah akan aku masukkan ini sekarang,” kataku sambil mengarahkan penisku ke vaginanya. “Siap-siap yach!” “Ayo dech,” katanya. “Ach… a… ahh…” desahnya ketika kumasukkan penisku. “Pelan-pelan dong!” “Inikan udah pelan Mel,” kataku sambil mulai bergoyang. “Mel, kamu udah terangsang lagi belon?” tanyaku. “Raytar lagi Ray,” katanya mulai menggoyangkan pantatnya untuk mengimbangiku, dan kemudian dia menarik kepalaku dan memitaku untuk sambil menciumnya.

 “Sambil bercumbu dong Ray!” Tanpa disuruh dua kali aku langsung mncumbunya, dan aku betul-betul menikmati permainan lidahnya yang semakin mahir. “Mel kamu udah punya pacar belom?” tanyaku.”Aku udah tapi baru abis putus,” katanya sambil mendesah. “Ray pacar aku itu enggak tau loh soal Rayginian, cuma kamu loh yang beginian sama aku.” “Ach yang Rayer?” tanyaku lagi sambil mempercepat goyangan. “Ach.. be.. ner.. kok Ray, a.. aa… ach.. achh,” katanya terputus-putus. “Tahan aja, atau kamu mau udahan?” kataku menggoda. “Jangan udahan dong, aku baru kamu bikin terangsang lagi, kan kagak enak kalau udahan, achh… aa… ahh… aku percepat yach Ray,” katanya.

Kemudian mempercepat gerakan pinggulnya. “Kamu udah ngerti gimana enaknya, Raytar lagi kayaknya aku bakal keluar dech,” kataku menyadari bahwa sepermaku sudah mengumpul di ujung. “Achh… ach… Raytar lagi nih.” “Tahan Ray!” katanya sambil mengeluarkan penisku dari vaginanya dan kemudian menggulumnya sambil tanganya mamainkan klitorisnya. “Aku juga Ray, bantu aku cari klitorisku dong!” katanya menarik tanganku ke vaginanya. Sambil penisku terus dihisapnya kumainkan klitorisnya dengan tanganku dan… “Achh… a… achh… achh… ahh…” desahku sambil menembakkan spermaku dalam mulutnya. “Aku juga Ray…” katanya sambil menjepit tanganku dalam vaginanya. “Ach… ah… aa.. ach…” desahnya.

“Aku tidur di sini yach, nanti bangunin aku jam lima sebelum ayah bagun,” katanya sambil menutup mata dan kemudian tertidur, di sampingku. Tepat jam lima pagi aku bangun dan membangunkanya, kemudian ia bergegas ke kamar madi dan mempersiapkan diri untuk sekolah, begitu juga dengan aku. Yang aneh siang ini tidak seperti biasanya Melda tidak pulang bersamaku karena ia ada les privat, sedangkan di rumah cuma ada Mbak Nida, dan anehnya siang-siang begini Mbak Nida di rumah memakai kaos ketat dan rok mini seperti sedang menunggu sesuatu.

“Siang Ray! baru pulang? Melda mana?” tanyanya. “Melda lagi les, katanya bakal pulang sore,” kataku, “Loh Mbak sendiri kapan pulang? katanya dari Solo yach?” “Aku pulang tadi malem jam tigaan,” katanya. “Ray, tadi malam kamu teriak sendirian di kamar ada apa?” Wah gawat sepertinya Mbak Nida dengar desahannya Melda tadi malam. “Ach tidak kok, cuma ngigo,” kataku sambil berlalu ke kamar. “Ray!” panggilnya, “Temenin Mbak nonton VCD dong, Mbak males nich nonton sendirian,” katanya dari kamarnya. “Raytar!” kataku sambil berjalan menuju kamarnya, “Ada film apa Mbak?” tanyaku sesampai di kamarnya. “Liat aja, nanti juga tau,” katanya lagi. “Mbak lagi nungguin seseorang yach?” tanyaku. “Mbak, lagi nungguin kamu kok,” katanya datar, “Tuh liat filmnya udah mulai.”

 “Loh inikan…?” kataku melihat film porno yang diputarnya dan tanpa meneruskan kata-kataku karena melihat ia mendekatiku. Kemudian ia mulai mencium bibirku. “Mbak tau kok yang semalam,” katanya, “Kamu mau enggak ngelayanin aku, aku lebih pengalaman dech dari Melda.” Wah pucuk di cinta ulam tiba, yang satu pergi datang yang lain. “Mbak, aku kan adik yang berbakti, masak nolak sich,” godaku sambil tangan kananku mulai masuk ke dalam rok mininya menggosok-gosok vaginanya, sedangkan tangan kiriku masuk ke kausnya dan memencet-mencet payudaranya yang super besar. “Kamu pinter dech, tapi sayang kamu nakal, pinter cari kesempatan,” katanya menghentikan ciumannya dan melepaskan tanganku dari dada dan vaginanya. “Mbak mau ngapain, kan lagi asyik?” tanyaku.”Kamu kagak sabaran yach, Mbak buka baju dulu terus kau juga, biar asikkan?” katanya sambil membuka bajunya.

Aku juga tak mau ketinggalan, aku mulai membuka bajuku sampai pada akhirnya kami berdua telanjang bulat. “Tubuh Mbak bagus banget,” kataku memperhatikan tubuhnya dari atas sampai ujung kaki, Rayar-Rayar tidak ada cacat, putih muMel dan sekal. Ia langsung mencumbuku dan tangan kanannya memegang penisku, dan mengarahkan ke vaginanya sambil berdiri. “Aku udah enggak tahan Ray,” katanya. Kuhalangi penisku dengan tangan kananku lalu kumainkan vaginanya dengan tangan kiriku. “Nanti dulu ach, beginikan lebih asik.” “Ach… kamu nakal Ray! pantes si Melda mau,” katanya mesra.

“Ray…! Mbak…! lagi dimana kalian?” terdengar suara Melda memanggil dari luar. “Hari ini guru lesnya tidak masuk jadi aku dipulangin, kalian lagi dimana sich?” tanyanya sekali lagi. “Masuk aja Mel, kita lagi pesta nich,” kata Mbak Nida. “Mbak! Entar kalau Melda tau gimana?” tanyaku. “Ray jangan panggil Mbak, panggil aja Nida,” katanya dan ketika itu aku melihat Melda di pintu kamar sedang membuka baju. “Rir, aku ikut yach!” pinta Melda sambil memainkan vaginanya. “Ray kamu kuat nggak?” tanya Nida. “Tenang aja aku kuat kok, lagian kasian tuch Melda udah terangsang,” kataku. “Mel cepet sinih emut ‘Rayi Junior’,” ajakku.

Tanpa menolak Melda langsung datang mengemut penisku. “Mending kita tiduran, biar aku dapet vaginamu,” kataku pada Nida. “Ayo dech!” katanya kemudian mengambil posisi. Nida meletakkan vaginanya di atas kepalaku, dan kepalanya menghadap vagina Melda yang sedang mengemut penisku. “Mel, aku maenin vaginamu,” katanya. Tanpa menunggu jawaban dari Melda ia langsung bermain di vaginanya.Permainan ini berlangsung lama sampai akhirnya Nida menegangkan pahanya, dan… “Ach… a… aach… aku keluar…” katanya sambil menyemprotkan cairan di vaginanya.

“Sekarang ganti Melda yach,” kataku. Kemudian aku bangun dan mengarahkan penisku ke vaginanya dan masuk perlahan-lahan. “Ach… aach…” desah Melda. “Kamu curang, Melda kamu masukin, kok aku tidak?” katanya. “Abis kamu keluar duluan, tapi tenang aja, nanti abis Melda keluar kamu aku masukin, yang penting kamu merangsang dirimu sendiri,” kataku. “Yang cepet dong goyangnya!” keluh Melda. Kupercepat goyanganku, dan dia mengimbanginya juga. “Kak, ach… entar lagi gant… a… ach.. gantian yach, aku.. mau keluar ach… aa… a… ach…!” desahnya, kemudian lemas dan tertidur tak berdaya.

“Ayo Ray tunggu apa lagi!” kata Nida sambil mengangkang mampersilakan penisku untuk mencoblosnya. “Aku udah terangsang lagi.” Tanpa menunggu lama aku langsung mencoblosnya dan mencumbunya. “Gimana enak penisku ini?” tanyaku. “Penis kamu kepanjangan,” katanya, “tapi enak!”. “Kayaknya kau nggak lama lagi dech,” kataku. “Sama, aku juga enggak lama lagi,” katanya, “Kita keluarin sama-sama yach!” terangnya. “Di luar apa di dalem?” tanyaku lagi. “Ach… a… aach… di.. dalem… aja…” katanya tidak jelas karena sambil mendesah. “Maksudku, ah.. ach.. di dalem aja… aah… ach… Raytar lagi…” “Aku… keluar… ach… achh… ahh…” desahku sambil menembakkan spermaku. “Ach… aach… aku… ach.. juga…” katanya sambil menegang dan aku merasakan cairan membasahi penisku dalam vaginanya.

Akhirnya kami bertiga tertidur di lantai dan kami bangun pada saat bersamaan. “Ray aku mandi dulu yach, udah sore nich.” “Aku juga ach,” kataku. “Ray, Mel, lain kali lagi yach,” pinta Nida. “Itu bisa diatur, asal lagi kosong kayak gini, ya nggak Ray!” kata Melda. “Kapan aja kalian mau aku siap,” kataku. “Kalau gitu kalian jangan mandi dulu, kita main lagi yuk!” kata Nida mulai memegang penisku.

Akhirnya kami main lagi sampai malam dan kebetulan ayah dan ibu telepon dan mengatakan bahwa mereka pulangnya besok pagi, jadi kami lebih bebas bermain, lagi dan lagi. Kemudian hari selanjutya kami sering bermain saat situasi seperti ini, kadang tengah malam hanya dengan Nida atau Melda.

Hal Terindah Bisa Menyetubuhi Kakak Pacarku

Cerita sex - Meluncurlah aku dengan motor Honda ke sebuah rumah di salah satu kompleks di Jakarta. Vina memang kariernya sedang naik daun, dan dia banyak melakukan meeting akhir-akhir ini. Aku sih sudah punya posisi lumayan di kantor.


Hanya saja, kemacetan di kota ini begitu parah, jadi lebih baik beli motor saja dari pada beli mobil. Vina pun tak keberatan mengarungi pelosok-pelosok kota dengan motor bersamaku.

Kebetulan, pekerjaanku di sebuah biro iklan membuat aku bisa pulang di tengah hari, tapi bisa juga sampai menginap di kantor jika ada proyek yang harus digarap habis-habisan. Vina, pacarku, mendapat fasilitas antar jemput dari kantornya. Jadi, aku bisa tenang saja pergi ke rumahnya tanpa perlu menjemputnya terlebih dulu.

Sesampai di rumahnya, pagar rumah masih tertutup walau tidak terkunci. Aku mengetok pagar, dan keluarlah Marta, kakak Vina, untuk membuka pintu.

“Loh, enggak kerja?” tanyaku.
“Nggak, aku izin dari kantor mau ngurus paspor,” jawabnya sambil membuka pintu pagarnya yang berbentuk rolling door lebar-lebar agar motorku masuk ke dalam.
“Nyokap ke mana?” tanyaku lagi.
“Oh, dia lagi ke rumah temannya tuh, ngurusin arisan,” kata Marta, “Kamu mau duduk di mana Dodi? Di dalam nonton TV juga boleh, atau kalau mau di teras ya enggak apa juga. Bentar yah, saya ambilin minum.”

Setelah motor parkir di dalam pekarangan rumah, kututup pagar rumahnya. Aku memang akrab dengan kakak Vina ini, umurnya hanya sekitar dua tahun dari umurku. Yah, aku menunggu di teras sajalah, canggung juga rasanya duduk nonton TV bersama Marta, apalagi dia sedang pakai celana pendek dan kaos oblong.

Setelah beberapa lama menunggu Vina di teras rumah, aku celingukan juga tak tahu mau bikin apa. Iseng, aku melongok ke ruang tamu, hendak melihat acara televisi. Wah, ternyata mataku malah terpana pada paha yang putih mulus dengan kaki menjulur ke depan. Kaki Marta ternyata sangat mulus, kulitnya putih menguning.

Marta memang sedang menonton TV di lantai dengan kaki berjelonjor ke depan. Kadang dia duduk bersila. Baju kaosnya yang tipis khas kaos rumah menampakkan tali-tali BH yang bisa kutebak berwarna putih. Aku hanya berani sekali-kali mengintip dari pintu yang membatasi teras depan dengan ruang tamu, setelah itu barulah ruang nonton TV. Kalau aku melongokkan kepalaku semua, yah langsung terlihatlah wajahku.

Tapi rasanya ada keinginan untuk melihat dari dekat paha itu, biar hanya sepintas. Aku berdiri.


http://beritaharian24jam.blogspot.com/ 

“Ta, ada koran enggak yah,” kataku sambil berdiri memasuki ruang tamu.
“Lihat aja di bawah meja,” katanya sambil lalu.

Saat mencari-cari koran itulah kugunakan waktu untuk melihat paha dan postur tubuhnya dari dekat. Ah, putih mulus semua. Buah dada yang pas dengan tubuhnya. Tingginya sekitar 160 cm dengan tubuh langsing terawat, dan buah dadanya kukuh melekat di tubuh dengan pasnya.

“Aku ingin dada itu,” kataku membatin. Aku membayangkan Marta dalam keadaan telanjang. Ah, ‘adikku’ bergerak melawan arah gravitasi.

“Heh! Kok kamu ngeliatin saya kayak gitu?! Saya bilangin Vina lho!,” Marta menghardik.

Dan aku hanya terbengong-bengong mendengar hardikannya. Aku tak sanggup berucap walau hanya untuk membantah. Bibirku membeku, malu, takut Marta akan mengatakan ini semua ke Vina.

“Apa kamu melotot begitu, mau ngancem?! Hah!”
“Astaga, Marta, kamu.. kamu salah sangka,” kataku tergagap. Jawabanku yang penuh kegamangan itu malah membuat Marta makin naik pitam.Cerita seks

“Saya bilangin kamu ke Vina, pasti saya bilangin!” katanya setengah berteriak. Tiba-tiba saja Marta berubah menjadi sangar. Kekalemannya seperti hilang dan barangkali dia merasa harga dirinya dilecehkan. Perasaan yang wajar kupikir-pikir.
“Marta, maaf, maaf. Benar-benar enggak sengaja saya. saya enggak bermaksud apa-apa,” aku sedikit memohon.

“Ta, tolong dong, jangan bilang Vina, kan cuma ngeliatin doang, itu juga enggak sengaja. Pas saya lagi mau ngambil koran di bawah meja, baru saya liat elu,” kataku mengiba sambil mendekatinya.


http://beritaharian24jam.blogspot.com/ 

Marta malah tambah marah bercampur panik saat aku mendekatinya.

“Kamu ngapain nyamperin saya?! Mau ngancem? Keluar kamu!,” katanya garang. Situasi yang mencekam ini rupanya membuatku secara tidak sengaja mendekatinya ke ruang tamu, dan itu malah membuatnya panik.
“Duh, Ta, maaf banget nih. Saya enggak ada maksud apa-apa, beneran,” kataku.

Namun, situasi telah berubah, Marta malah menganggapku sedang mengancamnya. Ia mendorong dadaku dengan keras. Aku kehilangan keseimbangan, aku tak ingin terjatuh ke belakang, kuraih tangannya yang masih tergapai saat mendorongku. Raihan tangan kananku rupanya mencengkeram erat di pergelangan tangan kirinya. Tubuhnya terbawa ke arahku tapi tak sampai terjatuh, aku pun berhasil menjaga keseimbangan. Namun, keadaan makin runyam.

“Eh! kamu kok malah tangkep tangan saya! Mau ngapain kamu? Lepasin enggak!!,” kata Marta.

Entah mengapa, tangan kananku tidak melepaskan tangan kirinya. Mungkin aku belum sempat menyadari situasinya. Merasa terancam, Marta malah sekuat tenaga melayangkan tangan kanannya ke arah mukaku, hendak menampar. Aku lebih cekatan. Kutangkap tangan kanan itu, kedua tangannya sudah kupegang tanpa sengaja. Kudorong dia dengan tubuhku ke arah sofa di belakangnya, maksudku hanya berusaha untuk menenangkan dia agar tak mengasariku lagi. Tak sengaja, aku justru menindih tubuh halus itu.

Marta terduduk di sofa, sementara aku terjerembab di atasnya. Untung saja lututku masih mampu menahan pinggulku, namun tanganku tak bisa menahan bagian atas tubuhku karena masih mencengkeram dan menekan kedua tangannya ke sofa. Jadilah aku menindihnya dengan mukaku menempel di pipinya. Tercium aroma wangi dari wajahnya, dan tak tertahankan, sepersekian detik bibirku mengecup pipinya dengan lembut.

Tak ayal, sepersekian detik itu pula Marta meronta-ronta. Marta berteriak, “Lepasin! Lepasin!” dengan paraunya. Waduh, runyam banget kalau terdengar tetangga. Yang aku lakukan hanya refleks menutup mulutnya dengan tangan kananku. Marta berusaha memekik, namun tak bisa. Yang terdengar hanya, “Hmm!” saja. Namun, tangannya sebelah kiri yang terbebas dari cengkeramanku justru bergerak liar, ingin menggapai wajahku.

Hah! Tak terpikir, posisiku ini benar-benar seperti berniat memperkosa Marta. Dan, Marta sepertinya pantas untuk diperkosa. Separuh tubuhnya telah kutindih. Dia terduduk di sofa, aku di atasnya dengan posisi mendudukinya namun berhadapan. Kakinya hanya bisa meronta namun tak akan bisa mengusir tubuhku dari pinggangnya yang telah kududuki. Tangan kanannya masih dalam kondisi tercengkeram dan ditekan ke sofa, tangan kirinya hanya mampu menggapai-gapai wajahku tanpa bisa mengenainya, mulutnya tersekap.

Tubuh yang putih itu dengan lehernya yang jenjang dan sedikit muncul urat-urat karena usaha Marta untuk memekik, benar-benar membuatku dilanda nafsu tak kepalang. Aku berpikir bagaimana memperkosanya tanpa harus melakukan berbagai kekerasan seperti memukul atau merobek-robek bajunya. Dasar otak keparat, diserang nafsu, dua tiga detik kemudian aku mendapatkan caranya.

Tanpa diduga Marta, secepat kilat kulepas cengkeraman tanganku dari tangan dan mulutnya, namun belum sempat Marta bereaksi, kedua tanganku sudah mencengkeram erat lingkaran celana pendeknya dari sisi kiri dan kanan, tubuhku meloncat mundur ke belakang.

Kaki Marta yang meronta-ronta terus ternyata mempermudah usahaku, kutarik sekeras-kerasnya dan secepat-cepatnya celana pendek itu beserta celana dalam pinknya. Karena kakinya meronta terus, tak sengaja dia telah mengangkat pantatnya saat aku meloncat mundur. Celana pendek dan celana dalam pink itu pun lolos dengan mudahnya sampai melewat dengkul Marta.

Astaga! Berhasil!

Marta jadi setengah bugil. Satu dua detik Marta pun sempat terkejut dan terdiam melihat situasi ini. Kugunakan kelengahan itu untuk meloloskan sekalian celana pendek dan celana dalamnya dari kakinya, dan kulempar jauh-jauh. Marta sadar, dia hendak memekik dan meronta lagi, namun aku telah siap. Kali ini kubekap lagi mulutnya, dan kususupkan tubuhku di antara kakinya. Posisi kaki Marta jadi menjepit tubuhku, karena dia sudah tak bercelana, aku bisa melihat vaginanya dengan kelentit yang cukup jelas. Jembutnya hanya menutupi bagian atas vagina. Marta ternyata rajin merawat alat genitalnya.

Pekikan Marta berhasil kutahan. Sambil kutekan kepalanya di sandaran sofa, aku berbisik,

“Marta, kamu sudah kayak gini, kalau kamu teriak-teriak dan orang-orang dateng, percaya enggak orang-orang kalau kamu lagi saya perkosa?”

Marta tiba-tiba melemas. Dia menyadari keadaan yang saat ini berbalik tak menguntungkan buatnya. Kemudian dia hanya menangis terisak. Kubuka bekapanku di mulutnya, Marta cuma berujar sambil mengisak,

“Dodi, please.. Jangan diapa-apain saya. Ampun, Di. saya enggak akan bilang Vina. Beneran.”


http://beritaharian24jam.blogspot.com/ 

Namun, keadaan sudah kepalang basah, syahwatku pun sudah di ujung tanduk rasanya. Aku menjawabnya dengan berusaha mencium bibirnya, namun dia memalingkan mukanya. Tangan kananku langsung saja menelusup ke selangkangannya. Marta tak bisa mengelak.
Ketika tanganku menyentuh halus permukaan vaginanya, saat itulah titik balik segalanya. Marta seperti terhipnotis, tak lagi bergerak, hanya menegang kaku, kemudian mendesis halus tertahan. Dia pun pasti tak sengaja mendesah.

Seperti mendapat angin, aku permainkan jari tengah dan telunjukku di vaginanya. Aku permainkan kelentitnya dengan ujung-ujung jari tengahku. Marta berusaha berontak, namun setiap jariku bergerak dia mendesah. Desahannya makin sulit ditutupi saat jari tengahku masuk untuk pertama kali ke dalam vaginanya. Kukocokkan perlahan vaginanya dengan jari tengahku, sambil kucoba untuk mencumbu lehernya.

“Jangan Dod,” pintanya, namun dia tetap mendesah, lalu memejamkan mata, dan menengadahkan kepalanya ke langit-langit, membuatku leluasa mencumbui lehernya. Dia tak meronta lagi, tangannya hanya terkulai lemas. Sambil kukocok vaginanya dan mencumbui lehernya, aku membuka resleting celanaku. “Adik”-ku ini memang sudah menegang sempurna sedari tadi, namun tak sempat kuperlakukan dengan selayaknya. Karena tubuhku telah berada di antara kakinya, mudah bagiku untuk mengarahkan penisku ke vaginanya.

Marta sebetulnya masih dalam pergulatan batin. Dia tak bisa mengelak terjangan-terjangan nafsunya saat vaginanya dipermainkan, namun ia juga tak ingin kehilangan harga diri. Jadilah dia sedikit meronta, menangis, namun juga mendesah-desah tak karuan. Aku bisa membaca situasi ini karena dia tetap berusaha memberontak, namun vaginanya malah makin basah. Ini tanda dia tak mampu mengalahkan rangsangan.Cerita porno

Penisku mengarah ke vaginanya yang telah becek, saat kepala penis bersentuhan dengan vagina, Marta masih sempat berusaha berkelit. Namun, itu semua sia-sia karena tanganku langsung memegangi pinggulnya. Dan, kepala penisku pun masuk perlahan. Vagina Marta seperti berkontraksi. Marta tersadar,

“Jangan..” teriaknya atau terdengar seperti rintihan.

Rasa hangat langsung menyusupi kepala penisku. Kutekan sedikit lebih keras, Marta sedikit menjerit, setengah penisku telah masuk. Dan satu sentakan berikutnya, seluruh penisku telah ada di dalam vaginanya. Marta hanya memejamkan mata dan menengadahkan muka saja. Ia sedang mengalami kenikmatan tiada tara sekaligus perlawanan batin tak berujung. Kugoyangkan perlahan pinggulku, penisku keluar masuk dengan lancarnya. Terasa vagina Marta mengencang beberapa saat lalu mengendur lagi.

Tanganku mulai bergerilya ke arah buah dadanya. Marta masih mengenakan kaos rumah. Tak apa, toh tanganku bisa menyusup ke dalam kaosnya dan menyelinap di balik BH dan mendapati onggokan daging yang begitu kenyal dengan kulit yang terasa begitu halus. Payudara Marta begitu pas di tanganku, tidak terlalu besar tapi tidak juga bisa dibilang kecil. Kuremas perlahan, seirama dengan genjotan penisku di vaginanya. Marta hanya menoleh ke kanan dan ke kiri, tak mampu melakukan perlawanan. Pinggulnya ternyata mulai mengikuti goyangan pinggulku.

Aku buka kaos Marta, kemudian BH-nya, Marta menurut. Pemandangan setelah itu begitu indah. Kulit Marta putih menguning langsat dengan payudara yang kencang dan lingkaran di sekitar pentilnya berwarna merah jambu Pentil itu sendiri berwarna merah kecokelatan. Tak menunggu lama, kubuka kemejaku. Aktivitas ini kulakukan sambil tetap menggoyang lembut pinggulku, membiarkan penisku merasai seluruh relung vagina Marta.

Sambil aku bergoyang, aku mengulum pentil di payudaranya dengan lembut. Kumainkan pentil payudara sebelah kanannya dengan lidahku, namun seluruh permukaan bibirku membentuk huruf O dan melekat di payudaranya. Ini semua membuat Marta mendesah lepas, tak tertahan lagi.

Aku mulai mengencangkan goyanganku. Marta mulai makin sering menegang, dan mengeluarkan rintihan, “Ah.. ah..”

Dalam goyangan yang begitu cepat dan intens, tiba-tiba kedua tangan Marta yang sedang mencengkeram jok kursi malah menjambak kepalaku.”Aaahh,” lenguhan panjang dan dalam keluar dari mulut mungil Marta. Ia sampai pada puncaknya. Lalu tangan-tangan yang menjambak rambutku itu pun terkulai lemas di pundakku. Aku makin intens menggoyang pinggulku. Kurasakan penisku berdenyut makin keras dan sering.

Bibir Marta yang tak bisa menutup karena menahan kenikmatan itu pun kulumat, dan tidak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Marta membalasnya dengan lumatan juga. Kami saling berpagut mesra sambil bergoyang. Tangan kananku tetap berada di payudaranya, meremas-remas, dan sesekali mempermainkan putingnya.


http://beritaharian24jam.blogspot.com/ 

Vagina Marta kali ini cukup terasa mencengkeram penisku, sementara denyut di penisku pun semakin hebat.

“Uhh,” aku mengejang. Satu pelukan erat, dan sentakan keras, penisku menghujam keras ke dalam vaginanya, mengiringi muncratnya spermaku ke dalam liang rahimnya.

Tepat saat itu juga Marta memelukku erat sekali, mengejang, dan menjerit, “Aahh”. Kemudian pelukannya melemas. Dia mengalami ejakulasi untuk kedua kalinya, namun kali ini berbarengan dengan ejakulasiku. Marta terkulai di sofa, dan aku pun tidur telentang di karpet. Aku telah memperkosanya. Marta awalnya tak terima, namun sisi sensitif yang membangkitkan libidonya tak sengaja kudapatkan, yaitu usapan di vaginanya.

Ternyata, dia sudah pernah bercinta dengan kekasihnya terdahulu. Dia hanya tak menyangka, aku-pacar adiknya malah menjadi orang kedua yang menyetubuhinya.

Grreekk. Suara pagar dibuka. Vina datang! Astaga! aku dan Marta masih bugil di ruang tamu, dengan baju dan celana yang terlempar berserakan